Kamis, 24 November 2011

Part 2 Sedekah kepada siapa ?


Okee, melanjutkan postingan sebelumnya, obrolan ringan *ups* saya bersama mama saya yang hanya 2 tema. Ya, hanya 2! Tapi cukup complex. Dan tema selanjutnya adalah ‘sedekah’. Entah terinspirasi dari mana, tahu-tahu beliau langsung menyambung cerita tentang sedekah yang diambil dari dalil qur’an dan cukup menarik hati saya. Ini sekilas dialognya, obrolan kalimatnya versi saya loh. Hehehee …

“Sebenarnya sedekah itu gak harus sama orang miskin, fakir atau mereka-mereka yang butuh. Sama orang  kaya aja boleh.”
Sedikit nggak percaya, “Masa ma?”
Disambung lah dengan cerita, “Iyah, dulu di jaman Rasulullah ada orang yang sedekah sama pelacur, orang kaya dan pencuri. Ini ada di surah Al-Baqarah ayat 272. Bla bla blaa…. Malah ayat ini awalnya turun karena teguran buat Rasulullah yang menyuruh untuk sedekah itu kepada orang yang seagama saja dan bla bla blaaa… .”

Inti obrolannya hanya disitu, sisanya hanya basbisbus. Hehe..
 Menarik nih menurut saya. Sampai dirumah, langsung ngecek di Al-qur’an.
Al-baqarah 272. Baca sekilas, lalu lihat asbabun nuzulnya.

Rasulullah pernah bersabda :
“Tak usah kamu bersedekah, kecuali kepada ahli seagama kamu.”

Lalu turunlah ayat ini :
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk diri kamu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari ridha Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah 272)

Mengapa diturunkan ayat tersebut? Yap! Allah menegur hambaNya yang luput, termasuk Rasulullah. Menurut riwayat Ibnu Abbas; Rasulullah pernah menyampaikan kalau ingin bersedekah, hendaklah kepada sesama Islam saja. Padahal tidak demikian. Surah diatas menjelaskan, siapa sih yang berhak memberi petunjuk? Hanya Allah! Siapa yang bisa menjamin orang yang bukan Islam saat ini, detik berikutnya dia mengimani ajaran yang dibawa Rasulullah? Tidak ada! Rasulullah pun luput dengan bersabda demikian dan Allah menegurnya untuk diajarkan kepada umatnya beliau. Kepada siapapun anda bersedekah, ikhlas atau tidak, sedikit atau banyak, Allah telah berjanji untuk membalasnya. 

Lalu ada sebuah hadits yang berkaitan dengan ayat tersebut.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : “Seorang lelaki berkata,’Sungguh aku telah bersedekah tadi malam’, dia bersedekah yang diberikannya kepada seorang pelacur, pada pagi hari orang-orang membicarakannya : ‘Dia besedekah pada pelacur’ Laki-laki itu berkata : ‘Ya Allah segala puji bagi engkau, aku telah bersedekah pada pelacur’. Kemudian dia bersedekah lagi  pada malam hari berikutnya yang diberikannya kepada orang kaya, pada pagi hari orang-orang membicarakannya : ‘Dia telah bersedekah semalam pada orang kaya’, Laki-laki itu berkata : ‘Ya Allah segala puji bagi engkau, aku telah bersedekah pada orang kaya’. Pada malam berikutnya dia bersedekah lagi yang diberikannya kepada si pencuri, pada pagi hari orang-orang membicarakannya : ‘Dia telah bersedekah semalam pada si pencuri’ Laki-laki itu berkata : ‘Ya Allah segala puji bagi engkau, aku telah bersedekah kepada pelacur, orang kaya dan pencuri’. Kemudian laki-laki itu mendatangi Rasulullah SAW, beliau bersabda kepadanya : ‘Sedekah yang engkau keluarkan telah diterima disisi Allah SWT, dan adapun si pelacur semoga dia sadar dan minta ampun atas perbuatan dosanya. Dan si kaya semoga dia dapat mengambil pelajaran agar dia mengeluarkan shadaqah dari apa-apa yang telah Allah rezekikan kepadanya. Dan si pencuri semoga dia insaf dan minta ampun atas perbuatannya.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Subhanallah banget ‘kan! Pernah nggak kita terfikir untuk bersedekah pada ketiga orang itu? Boro-boro sedekah, ngajak ngobrol aja mikir-mikir kecuali sama si kaya. Hehehe… Tapi coba diteliti lebih dalam lagi,mereka Islam bukan? Belum tentu! Mereka orang kekurangan bukan? Belum tentu juga! Lalu kenapa mindset kita selalu berfikir untuk menyedekahi orang-orang yang tidak mampu dan seagama?
Sekali lagi, tidak ada yang menjamin kapan hidayah itu masuk ke diri-diri seseorang kecuali Allah. Toh manusia lain hanya bisa mendoakannya. Terkadang kita terlalu ribet untuk memikirkan mau dilarikan kemana sedekah kita. Karena terlalu njelimet mikirnya, buntut-buntutnya tuh sedekah nggak jadi dikeluarin deh. Hayoo..  Gunakan otak kanan untuk urusan sedekah. Tanpa pikir panjang, lakukan! Right ? J

Contoh nyatanya nih, kalau ada orang yang meminta sumbangan dengan alasan pembangunan masjid, atau sumbangan untuk korban bencana alam. Kebanyakan orang menahan sedekahnya dengan alasan
‘orang yang meminta sumbangan nggak bisa dipercaya’, atau ‘ntar takut diselewengin uang sedekah kita’. Salah besar! Itu bukan urusan kita. Tugas kita hanya menyisihkan sebagian dari harta kita, juga untuk melancarkan kebutuhan kita. Perkara uang itu dijalankan sesuai amanah atau tidak, itu diluar kuasa kita. Percayakan saja uang yang kita sedekahkan dijalankan sesuai niat kita. Siapa tahu dengan sedekah yang kita beri, yang tadinya niatnya melenceng jadi bener. Who knows ? J

 Nggak ada orang Islam, ada orang bukan Islam. Nggak ada orang miskin, ada orang kaya. Nggak ada orang baik, ada orang nggak baik. Nggak ada orang yang butuh, ada orang yang nggak butuh. Kalaupun
memang tidak ada orang-orang yang mau kita sedekahin, berikanlah untuk pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit atau lainnya. Lebih gampangnya lagi. Saya, anda, kita semua pasti memiliki keluarga. Orang tua, saudara atau tetangga. Tidak ada salahnya anda bersedekah pada orang-orang terdekat anda. Kepada orangtua anda, bukan berarti sedekah anda untuk membalas perhatian mereka. Karena sebanyak apapun itu tidak akan bisa membayar jerih mereka untuk anda. Kepada saudara maupun tetangga, anda tidak selalu tahu kapan mereka mengalami kesulitan. Jadi kenapa tidak kita sedekahkan saja kepada orang-orang terdekat kita? InshaAllah semua amal anda, berapa pun itu, kepada siapapun itu, pasti dibalas sama Yang Maha Membalas. Yakin saja! Karena semua amalan dijalankan berdasarkan keyakinan. Betul ? Betulkan saja deh ! J

‘Tadi saya sedekahnya dikit, gak dikabulin nih doanya’. Siapa bilang? Allah pasti mengabulkan doa hambaNya dengan cara Dia.
‘Si A sedekah ke panti asuhan banyak bangett! Nggak takut miskin apa ya?’ Siapa bilang? Nggak akan ada orang yang miskin gara-gara sedekah dan sedekah nggak akan membuat siapapun rugi, buktikan kalimat ini!
‘Bukannya saya pelit, tapi ‘kan sedekah itu seikhlasnya. Saya ikhlasnya cuman segini’. Tenang saja! Allah tetap membalas amal anda sesuai yang anda lakukan. Maha Pemurah-Nya Allah, Dia selalu memenuhi kebutuhan anda terlepas dari ikhlas atau tidak amalan anda. Sekalipun anda tidak ikhlas, Allah tetap memberikan anda pahala.

Masih dipikir berapa yang disedekahin dan mau sedekah kemana? Jangan ragu-ragu! Anda juga tidak mau ‘kan Allah memberi kita pahala dengan ragu-ragu. So, tunggu apalagi! J

Rabu, 16 November 2011

Part 1 All about Hospital, in my mind

Pernah merasakan perjalanan ke suatu tempat begitu bermakna? Sering pastinya! Begitu pun saya, hehe.. Banyak alasan mengapa kita menyebut perjalanan itu bermakna. Tapi versi saya, begitu penuh makna karena banyak pelajaran yang bisa diambil, setuju ? :)

Seperti perjalanan kemarin sore yang saya tempuh bersama mama tercinta menggunakan sebuah mobil. Saat itu kami hendak menuju asrama boarding school, tempat adik saya tinggal dan bersekolah. Perjalanan setengah jam tersebut, semakin terasa singkat karena diisi obrolan yang seru, berat dan sangat sayang untuk tidak dilewatkan. Hehe.. Belakangan ini saya bisa menikmati apa yang diobrolkan bersama papa mama saya, terutama bersama mama. Dulu nih, bawaannya males mendengar apa yang dibicarain mama. Menurut saya, terlalu menggurui (ampun ma.. :) ). Sampai sekarang mungkin terdengar menggurui, tapi sebenarnya itulah peran orangtua. Setiap orangtua menjadi guru buat anaknya dan cara inilah yang beliau gunakan untuk berbincang dengan anaknya. Namun sedikit berbeda dari perbincangan kami saat ini. Setidaknya sekarang saya merasa bisa mengimbangi apa yang mama saya bicarakan. Saya bisa ikut sumbang suara saya yang ngebass ini untuk meramaikan perbincangan. Ternyata selama ini saya salah. Beliau bukan sekedar menggurui, tapi lebih ke arah berdiskusi. Mungkin dulu-dulu pikiran saya tidak sampai untuk mengikuti arah perbincangan, jadilah hanya komunikasi satu arah sehingga lebih terlihat menggurui, bukan berdiskusi. Banyak cara mendidik papa mama saya yang menurut saya aneh, bukan cara biasanya lah. Tapi yah begitulah cara beliau-beliau mengajarkan kedewasaan kepada anaknya, membuat kita berpikir dan selalu bertanya-tanya. Dan semuanya bermakna. Pastinya setiap orangtua memiliki cara masing-masing dalam mendidik anak-anaknya, betul ? :)

Sebenarnya topik yang dibicarakan hanya 2, tapi dibahas sedemikian rupa sehingga jadi kompleks. Pertama tentang rumah sakit dan pemakmurannya. Kedua tentang sedekah. Mungkin akan saya bagi menjadi 2 postingan. Yang kedua akan saya lanjutkan di postingan berikutnya. Hehe..

Rumah sakit dan pemakmurannya

Kenapa membahas rumah sakit? Karena pada malam sebelumnya, kami melewati sebuah rumah sakit di sekitar kawasan Summarecon. Rumah sakit Kristen yang cukup mewah dan cukup besar. Dari jarak 100 meter lebih sudah tercium aroma bau rumah sakit, macam alcohol dan obat-obatannya. Di seputar kawasan tersebut juga akan dibangun lagi sebuah rumah sakit Kristen, yang sepertinya cukup besar. Yang menjadi pertanyaan, mengapa rumah sakit mereka yang besar dan makmur? Kapan rumah sakit Islam sebesar, seramai dan sejaya mereka? Bukankah penduduk Indonesia mayoritas muslim? Pertanyaan menggilitik menurut saya. Jawabannya jelas, karena orang muslim tidak bangkit untuk menandinginya!

Ini dapat dibuktikan dari banyak wilayah di Indonesia yang mengalami keadaan semacam ini. Saya sangat mengakui bahwa rumah sakit Kristen menawarkan banyak kecondongan untuk dipilih. Hal paling kecil, keramahtamahan yang mereka tawarkan. Sejak kita menginjakkan kaki di wilayah mereka, kita akan menemui banyak senyuman dan keramahan mereka dalam melayani pasien yang datang. Bagi saya yang cukup sering menjadi pasien, suasana seperti ini sangat nyaman. Terlebih kita dalam keadaan sakit secara fisik, lalu disegarkan fitrah kita, begitu nyaman bukan? Selain itu, fasilitas yang serba ada, bangunan yang kokoh dan megah, juga kepedulian terhadap pasien. Itu adalah beberapa poin plus yang mereka miliki. Di salah satu rumah sakit Kristen yang pernah saya kunjungi, ada sebuah slogan yang menyatakan bahwa mereka harus memberikan tindakan terlebih dahulu, masalah pembayaran dan administrasi  lainnya bisa diurus belakangan. Luar biasa banget! Waktu saya masuk UGD nya, mulai dari penyakit yang tidak begitu gawat sampai yang paling gawat pun, semua terlayani dengan baik. Tidak ada acara mengantri dan sebagainya. Itu cara mereka menangani pasien secepat mungkin. Banyak hal baik yang dapat kita tiru dari cara mereka melayani pasiennya. Kenapa mereka bisa bersikap seperti itu? Ternyata mereka menerapkan dan mengamalkan 99 Asmaul Husna, sifat-sifat Allah. Ya latif, yang mampu berbuat lembut. Ya Rahman, yang mengasihi sesamanya. Ya Mu'iz, yang memuliakan pasiennya. Tapi sayangnya, mereka tidak iman! Inilah Maha Rahman nya Allah. Mengasihi makhluk-makhlukNya sekalipun mereka ingkar. Allah beri mereka kejayaan serta kenikmatan di dunia, tapi tidak sampai membuat mahklukNya yang ingkar mencium aroma surga, apalagi menikmati indahnya surga. Kecuali mereka beriman!

Sedang rumah sakit Islam sendiri bukan berarti jelek. Tetapi hanya kalah pamor dibanding rumah sakit milik kaum yahudi. Dari segi fasilitas dan prasananya yang kadang kurang mendukung, sehingga tidak banyak pasien yang harus dilarikan ke rumah sakit lainnya. Pelayanan dari para susternya yang sedikit kurang antusias terhadap pasien-pasiennya. Biasanya juga sedikit lahan yang mereka gunakan untuk mendirikan rumah sakit tersebut, sehingga suasana hiruk-pikuk pasien terbaca sebelum memasuki kawasan tersebut. Walau tidak seramai rumah sakit Kristen, tapi ada hal istimewa yang bisa ditonjolkan, sapaan 'Assalamu'alaykum' yang tidak mungkin dimiliki rumah sakit selain milik kaum muslim. Entah mengapa saya memprediksikan karena kurangnya dana yang dimiliki untuk pengembangan rumah sakit sehingga hal itu berefek kepada pelayanan terhadap pasien. Mungkin dari kesejahteraan pegawainya yang tidak sesuai membuat mereka tidak bisa bekerja secara professional. Tetapi banyak kita temukan juga rumah sakit-rumah sakit Islam yang memiliki fasilitas yang baik dan deluxe. Namun membayar pelayanan berobatnya pun semahal fasilitas yang ada. Hal ini yang membuat masyarakat menengah kebawah tidak mampu menjangkaunya sehingga mereka memilih pengobatan di rumah sakit milik pemerintah.

Berbeda cerita dengan rumah sakit-rumah sakit swasta yang sebelumnya. Ini lebih menyedihkan lagi. Hampir saya lihat rumah sakit umum di macam daerah dalam keadaan yang kurang layak. Mungkin dari peralatan medis mereka mumpuni, tapi tidak bagi kenyamanan pasien dan keluarganya. Agak kumuh, penataan ruang yang seadanya, juga kebersihan yang kurang diperhatikan hampir menjadi pemandangan umum dari rumah sakit umum milik pemerintah.  Tapi bagi masyarakat yang kurang mampu dan sedang sakit, mau tidak mau mereka menggunakan fasilitas rumah sakit yang disediakan.  Seperti bangsal-bangsal yang berisi lebih dari 6 orang dengan berbagai macam penyakit. Obat-obatan pun hanya obat generic yang sering diberikan, walaupun kadang obat tersebut sudah tidak ampuh untuk penyakit yang di derita sang pasien. Hampir tak jauh beda dengan puskesmas yang ada. Namun dari segi lingkungan, puskesmas lebih unggul ketimbang rsu. Mungkin karena lingkup yang kecil dan adanya sumber daya yang peduli kebersihan. Rasanya sangat sangat tidak adil. Masyarakat yang mengalami kesulitan, juga harus kesulitan untuk mendapatkan pengobatan yang layak. Sebaliknya, masyarakat golongan keatas semakin mampu mendapatkan pengobatan dengan tingkat kelayakan yang baik. Sebenarnya ada apa dengan buruknya pelayanan rumah sakit milik pemerintah? Peralatan medis serta obat-obatan memang mahal, tapi apa mungkin anggaran dari pemerintah tidak mampu meng-cover kebutuhan jasmani masyarakatnya? Lalu, kapan mereka mendapat kesejahteraan dalam bentuk kelayakan berobat?

Semua itu selalu menjadi tanda tanya saja, karena saya belum mendapat jawaban yang pas untuk diterima. Obrolan tentang kesehatan ini mungkin agak berat, tapi saya begitu tertarik memikirkannya. Kesehatan itu penting, walau bukan segala-galanya. Dan penyakit pun bisa menjangkit siapapun tanpa pandang bulu kepada orang mampu atau tidak mampu. Alangkah baik jika dari pelayanan rumah sakit manapun dibenahi untuk kelayakan masyarakat. Lalu, akan menjadi tugas siapa hal ini?
Bagi umat muslim yang dititipkan harta lebih oleh Allah, kenapa tidak kita ambil kesempatan ini?

Diskusi tadi pun berbuntut pengharapan adanya perubahan menjadi lebih baik. Mama saya pun berpesan dengan doa dan penuh pengharapan, "Ya Allah, kalo kamu dan anak-anak mama lainnya ditakdirkan kaya harta, ayo bantu laah masyarakat ini dari sisi kesehatan. Jangan melulu berlomba-lomba mendirikan masjid atau sekolah, tapi coba peduli kearah kesehatan karena ini dibutuhkan semua kalangan. Dirikan rumah sakit Islam yang besar dan jaya yang bisa meng-cover semua kalangan masyarakat. Semuanya dilayani secara merata. Buat yang nggak mampu, disubsidi dari yang mampu. Kalaupun belum mampu mendirikannya, cukup membantu dana untuk pengembangan rumah sakit-rumah sakit islam. Terus dimakmurkan rumah sakit islam yang ada, jangan biarkan semua sector kehidupan dikuasai kaum yahudi. Kapan Islam akan jaya kalau bukan kaum mudanya yang membangun lagi peradaban Islam di bumiNya Allah ini". Kurang lebih seperti itu isi pesan mama saya. Walau dengan bahasa yang sedikit diubah, tapi tetap tidak mengubah makna yang disampaikan kok. Hehe..

Yah.. Sudah sejak lama saya memang tertarik dengan dunia kesehatan, especially kedokteran. Sampai ambisi untuk menjadi dokter, namun belum tersampaikan. Hehe.. Salah satu alasannya mungkin terlalu muluk, ingin menjadi dokter yang dekat dengan rakyat kecil dan memberi pelayanan yang terbaik buat mereka dengan biaya serendah-rendahnya. Tinggi banget yaa harapan saya.. Tapi begitulah yang saya inginkan. Pernah suatu kali saya di UGD sebuah rumah sakit swasta. Disitu saya melihat seorang anak perempuan terbaring lemas dan menggigil. Sudah sangat tidak berdaya, menurut saya. Padahal disitu ada beberapa suster yang menganggur, selain yang sedang melayani saya dan mama saya. Lalu mama saya bertanya kepada sang suster, "Kenapa anak itu sus?"
"Demam tinggi katanya bu, sama diare"
"Kok nggak dilayani sus? Suster ngelayanin dia aja dulu. Kasian"
"Nanti bu, keluarganya belum bisa ngurus administrasinya"

Ya Allah, rasanya sedih banget melihat anak tersebut. Padahal ibunya sudah mengemis-ngemis minta kepada suster agar anaknya ditangani dulu. Sayang, hanya masalah administrasi yang mungkin nggak seberapa buat orang mampu, tapi menjadi masalah besar buat mereka. Lalu dimana letak hati para dokter dan suster yang membiarkan pasien (mungkin tidak mampu) harus rela dianggurin begitu saja? Hanya karena ketaatan terhadap peraturan rumah sakit yang tidak fleksibel sehingga menelantarkan nyawa manusia lainnya. Ingin sekali bisa membantu mereka-mereka yang kesulitan untuk berobat. Tapi itu bicara masalah nurani. Di lapangan pun kita tidak bisa bebas berbuat sesuai nurani kita. Saya pernah diskusikan hal ini kepada salah satu kawan saya yang seorang dokter. Dia bilang, terkadang kita juga ingin membantu mereka memasukkan ke ruang inap, dilayani dengan baik. Tapi sejauh apa kita bisa membantu mereka. Kalaupun kita mampu menanggung biaya rumah sakitnya, lalu untuk obat-obatan yang dia konsumsi bagaimana? Berapa lama kita mampu biayain? Itu baru 1 kasus, bagaimana dengan kasus lainnya?

Memang pilihan yang sulit rupanya. Ini membuat saya ingin tahu detail tindakan yang harus dilakukan para dokter menghadapi situasi tersebut. Mendengar kisah para dokter, sangat mengagumkan menurut saya. Walaupun akhirnya saya belum bisa mewujudkan keinginan saya menjadi dokter, setidaknya saya akan berusaha mewujudkan keinginan mama saya dalam 7 tahun ke depan. Percaya atau tidak, beberapa bulan sebelum kami mendiskusikan masalah ini, saya sudah mengetikkan harapan kecil ini di dalam note handphone saya yang berbunyi, "7 tahun lagi, buat KLINIK, perpustakaan dan toko buku".  Saya menuliskan hal ini setelah saya tidak diterima kedokteran di perguruan tinggi. Kalau saya bukan seorang dokter, apa yang bisa saya lakukan untuk membantu kesehatan masyarakat kecil. Ya, mendirikan klinik Islam sampai menjadikannya rumah sakit Islam dengan biaya seminim mungkin dan fasilitas yang baik bagi yang tidak mampu. Mungkin terdengar mustahil mendirikannya di jaman yang serba mahal ini. Tapi kalau niat kita baik dan hendak berbisnis dengan Allah, InshaAllah dimudahkan dan nggak akan buntung. Berani mencoba? :)

Kalau pun nantinya saya tidak ditakdirkan mewujudkan harapan ini, semoga umat muslim lainnya bersedia meneruskan niat baik ini. Sudah waktunya umat muslim bangkit, menandingi dan mengambil alih penguasaan bumi ini. Kalau bukan kaum pemuda dan pemudinya, siapa lagi? :)

*nb : pemikiran dalam postingan ini bukan hanya dari saya, tapi juga mama saya. Harap maklum